Pengalaman Bully
Tari Nurul Ramadaniah
Dulu aku mempunyai sahabat dekat yang berparas cantik, baik dan pintar. Kami selalu kemana-mana bersama, bahkan dari masih bayi pun sudah bersama. Kebetulan sahabat ku ini tetangga juga jadinya hubungan kami seperti adik kakak. Waktu cepat berlalu, aku dan sahabatku ini menginjakkan kaki di sekolah dasar (SD) kami sebangku karena tidak mau terpisahkan. Sahabatku ini memang pintar dia mendapatkan ranking 1 dikelas dan alhamdulilah aku juga mendapatkan juara yang ke-2 nya, kami senang sekali karena mendapatkan hadiah buku hahah…waktu kelas 2 pun juga sama rangking kami bertahan, tetapi waktu dikelas 3 berbeda yang sama sekali aku tidak duga yaitu karena yang jadi rangking 1 dikelas 3 itu adalah aku, aku kaget dan sekaligus merasa senang. Sedangkan sahabatku yang ini mendapatkan rangking 3 dia malah menurun peringkatnya. Waktu pembagian rapot beserta hadiahnya sahabatku yang selalu mendapatkan rangking 1 itu, dia tidak ada di kelas.
Setelah pembagian raport dan rangking aku pulang ke rumah dan di rumah merasa bosan akhirnya aku memutuskan untuk menghampiri sahabatku ini, ternyata dia juga pulang ke rumah tapi dari tadi banget. Saat aku di depan pintu rumah sahabatku ini, aku mengucapkan assalamualaikum tetapi tidak ada jawaban. Oleh karena itu aku terdengar tidak sopan tapi aku masuk kerumahnya begitu saja karena sudah menjadi hal biasa, soalnya orang tuanya dia menganggap ku seperti anaknya juga. Setelah aku masuk kerumahnya ternyata sahabatku ini ada bersama orang tuanya sedang menonton tv, setelah itu aku mengajak main, kemudian ibunya berkata “tong ulin deui jeung budak eta’ artinya (Jangan main lagi sama anak itu). Disitu aku diam saja, akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari rumahnya dan bermain bersama temanku yang lain.
Aku bersama temanku ini berencana main masak-masak di rumah aku, kemudian kami pun pergi ke rumah aku. Posisi rumah teman aku berada di sebelah ujung kiri dan rumahku di ujung kanan, sementara rumah sahabatku di tengah-tengah. Jadi otomatis pas mau ke rumah aku dari rumahnya teman aku, kami melewati rumah sahabatku ini. Pas melewati ayah dari sahabat aku tiba-tiba berteriak sambil menunjuk ke arah aku dan berkata “tuh anak anj*ng, tuh anak anj*ng” yang berarti aku bukan anak manusia disitu aku juga ngerasa sedih dan oas dibilang seperti itu yang awalnya jalan biasa jadi berlari. Diteriaki begitu bukan 1 atau 2 kali tetapi setiap aku lewat pasti diteriaki begitu, adapun aku diteriaki nya sampe ada kata-kata yang ingin membunuhku seperti “urang pencit budak kitu mah”. Nah aku dikatain begitu tidak mengerti ko orangtuanya sahabatku ini selalu meneriaki aku begitu, aku sangat bingung dan aku tidak berani bilang ke mama kenapa aku selalu diteriaki ayahnya sahabatku ini anj*ng. Akhirnya hari demi hari karena sering dikatain begitu sampai-sampai aku takut untuk melewati rumahnya sahabat aku, dan aku pun jadi ga main lagi sama sahabatku ini. Dan temanku ini juga, tiba-tiba ngediemin aku dan sahabat bersama teman ku ini main bersama, tidak ngajak aku. Mereka seperti memusuhi aku dan bahkan mempengaruhi teman-teman lain yang ada di kelas maupun lingkungan sekolah untuk tidak terlalu dekat sama aku, aku waktu itu sudah tidak ada teman lagi. Tetapi untungnya pas kenaikan kelas itu ada siswa baru dan aku berteman dekat sama dia, dan sebangku juga karena sahabatku ini sudah tidak mau dekat sama aku.
Dan aku mulai paham kenapa sahabatku ini tiba-tiba menjauhi aku, alasannya karena mungkin dia merasa direbut rangking yang selalu menjadi langganan dia. Ternyata masa-masa aku sd, dulu itu ranking dari sang anak menjadi kebanggaan sekali buat orang tua bahkan sampai tidak mau sang anak tersaingi oleh siapapun, hal itu wajar karena sikap manusia. Contohnya orang tuanya sahabat aku mereka sampai melarang sang anak bermain lagi sama aku, dan melontarkan kata-kata yang hina kepada aku. Aku merasa bersalah juga sama sahabatku tetapi aku ga tau kenapa aku yang salah, padahal hasil rangking penentuan nilai akhir dari semuanya, dan yang menentukan guru.
Aku mulai menerima kenyataan kalau aku sudah tidak bisa bareng lagi sama sahabat aku karena gara-gara hal itu, jadi hubungan kita yang seperti adik kakak hancur. Sampai perpisahan kelas 6 pun kami masih belum dekat kembali karena memang dia yang masih memusuhi aku dan orangtuanya masih melarang anaknya dekat lagi sama aku. Cuman aku tidak apa-apa, dan aku berpikir kami pun akan berpisah karena aku masuk SMP sedangkan sahabatku ini disuruh neneknya pesantren, jadi yaudah gapapa di SMP pasti punya teman baru lagi.
Komentar
Posting Komentar