Tutur Kata yang Menyakitkan, Darurat Perundungan secara Verbal pada Remaja SMA. Menyelami Pengalaman Individu yang Dirundung dan Strategi Mengatasinya
Rahmadhaniar oktaviani
FSGI( Federasi Serikat Guru Indonesia), mengungkapkan fakta bahwa 80% satuan pendidikan dibawah kewenangan kemendikbud kerap kali terjadi kasus perundungan. Jenis perundungan yang dilaporkan mencakup perundungan fisik, verbal, dan psikologis. Perundungan fisik tercatat memiliki persentase tertinggi, yaitu 55,5%, disusul perundungan verbal (29,3%) dan perundungan psikologis (15,2%). Melansir dari Kementerian Kesehatan Perundungan verbal meliputi ancaman, meremehkan, mempermalukan, menggoda, menjelek-jelekkan, menyindir, mengkritik/menertawakan, intimidasi, mengumpat, dan menyebarkan berita yang belum diketahui.
Perundungan verbal merupakan perundungan yang membuat korban merasa takut atau terluka dengan menggunakan kata-kata yang tidak menyenangkan. Jenis perundungan ini dianggap lebih berbahaya dibandingkan perundungan fisik. Mengutip buku Kesehatan Mental (Teori dan Aplikasi), alasan mengapa perundungan verbal dianggap lebih berbahaya dibandingkan perundungan fisik adalah karena hal itu menghancurkan harga diri dan citra diri korban. Kata-kata menyinggung yang ditujukan kepada korbannya bisa membekas di hati dalam waktu yang lama.
Memasuki fase pendewasaan remaja perilaku remaja yang melakukan perundungan juga berubah, bentuk-bentuk perilaku intimidasi berubah seiring bertambahnya usia, yaitu intimidasi di taman bermain, penyerangan seksual, penyerangan geng, kekerasan, kekerasan pasangan intim, pelecehan anak, kekerasan di tempat kerja dan masih banyak lagi bentuk kekerasan lainnya. Smokowski (2010) menyatakan bahwa perilaku bullying dapat bersifat fisik (memukul, menendang, menggigit, dll), verbal (mengejek, mengancam, dll) atau segala jenis perilaku yang merugikan atau mengganggu, perilaku tersebut diulangi pada waktu dan kekuatan yang berbeda.
Kehidupan sosial seseorang terdiri dari beberapa tahapan dan tingkatan. Apabila seseorang dilahirkan sebagai individu, maka ia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Ia berkomunikasi dan berkomunikasi dengan keluarganya, terutama orang tuanya, setiap hari. Pada tahap ini, bayi ditanamkan nilai-nilai orang tuanya. Pada masa dewasa dan remaja, manusia mulai mengenal lingkungan yang lebih luas dibandingkan keluarga. Maka disanalah interaksi muncul yang biasa terkadang berujung pada kasus perundungan.
Remaja yang menjadi korban perundungan akan mengalami berbagai masalah baik pada kesehatan fisik dan mental, diantaranya munculnya berbagai permasalahan mental seperti depresi, kecemasan dan gangguan tidur yang dapat terbawa hingga dewasa, gangguan kesehatan fisik seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, perasaan tidak aman di lingkungan sekolah dan berkurangnya semangat belajar dan prestasi akademik.
Berdasarkan penelitian oleh Husnul, dkk (2013) menyatakan bahwa Hasil perolehan data penelitian menunjukkan bahwa 56% siswa memiliki tingkat bullying verbal rendah, 43% siswa memiliki tingkat bullying verbal sedang dan 1% siswa memiliki tingkat bullying verbal tinggi. Hal ini memungkinkan terjadinya perundungan secara verbal terjadi pada remaja di tingkat SMA. Menurut penelitian dari universitas Airlangga dalam menyikapi fenomena perundungan pada remaja dengan menggunakan metode GSHS 2015 menyatakan Prevalensi yang tinggi (19,9%) menjadi korban perundungan di sekolah dilaporkan terjadi di kalangan remaja Indonesia. Usia, jenis kelamin, alkohol, merokok, dan kesepian menunjukkan hubungan positif dengan bullying.
Begitu maraknya kasus perundungan verbal pada remaja SMA yang berakhir buruk salah satunya. Bullying terhadap Siswa SMA di Bengkulu. Seorang siswa kelas 12 SMAN 9 Bengkulu mengalami bullying dari guru dan teman sekelasnya yang kejam. Penindasan seperti ini seringkali menyebabkan korbannya kambuh lagi penyakit autoimunnya. Bentuk perundungan yang dialami korban adalah kekerasan verbal. Selain itu, guru tersebut juga menuding korban menyuap guru lain agar nilainya selalu tinggi. Orang tua korban melaporkan kejadian tersebut ke pihak sekolah.
Perundungan berdampak negatif pada proses perkembangan remaja korban untuk menerima kondisi fisik korban. Ketika remaja menjadi korban perundungan, mereka membenci diri sendiri, menutup diri dari orang lain, dan takut berkomunikasi. Jika menyangkut penyakit fisik yang membuat remaja merasa sedih, marah, dan rendah diri. Hal ini membuat korban ragu menerima kondisi fisiknya yang tidak sesuai dengan keinginannya, dan selalu takut bertemu orang baru. Dalam beberapa kasus, remaja yang ditindas mengalami depresi. Oleh karena itu, remaja yang depresi memiliki pemikiran untuk menyakiti diri sendiri bahkan bunuh diri. Bullying merupakan faktor risiko utama depresi yang menyebabkan gangguan psikologis.
Perundungan verbal di kalangan remaja dapat berdampak buruk pada kesehatan mental remaja.Remaja mungkin menghadapi intimidasi verbal dan harus menghindari situasi seperti itu.Remaja mungkin mengurangi penggunaan media sosial atau keluar dari platform tersebut ketika mereka menjadi korban penindasan. Jika perundungan verbal terus berlanjut dan mempengaruhi kesehatan mental remaja, sebaiknya cari bantuan profesional, seperti psikologi atau psikiatri.
Untuk keberlanjutannya:
Remaja
Mengembangkan budaya persahabatan yang positif.
Berpartisipasi dalam pembuatan dan penerapan peraturan pencegahan bullying di sekolah.
Membantu dan menerima teman yang menjadi korban bullying.
Saling mendukung.
Memahami dan menerima perbedaan setiap orang dalam lingkungan yang sama.
Hentikan perundungan.
Sekolah
Terdapat layanan pengaduan kekerasan/media bagi siswa untuk melaporkan perundungan dengan aman dan rahasia.
Berkolaborasi dan aktif berkomunikasi antara siswa-orang tua-guru.
Kebijakan anti-bullying disiapkan bersama siswa.
Hati-hati dengan siswa yang rentan terhadap bullying. Siswa yang terlihat lemah fisiknya, anak penyandang disabilitas atau anak yang sering mengeluhkan bullying.
Membantu siswa yang menjadi korban.
Membuat program anti-bullying di sekolah yang melibatkan siswa, guru, orang tua, alumni dan lingkungan sekolah.
Memastikan sekolah tidak mendorong perundungan terhadap anak.
Komentar
Posting Komentar